Kamis, 02 April 2009

REVOLUSI DAN WANITA IRAN


Letak Geografis Iran
Iran (atau Persia) adalah sebuah negara Timur Tengah yang terletak di Asia Barat Daya. Meski di dalam negeri negara ini telah dikenal sebagai Iran sejak zaman kuno, hingga tahun 1935 Iran masih dipanggil Persia di dunia Barat. Pada tahun 1959, Mohammad Reza Shah Pahlavi mengumumkan bahwa kedua istilah tersebut boleh digunakan. Nama Iran adalah sebuah kognat perkataan "Arya" yang berarti "Tanah Bangsa Arya". Perbatasan iran adalah Azerbaijan (500 km) dan Armenia (35 km) di barat laut dan Laut Kaspia di utara, Turkmenistan (1000 km) di timur laut, Pakistan (909 km) dan Afganistan (936 km) di timur, Turki (500 km) dan Irak (1.458 km) di barat, dan perairan Teluk Persia dan Teluk Oman di selatan. Pada tahun 1979, sebuah Revolusi Iran yang dipimpin Ayatollah Khomeini mendirikan sebuah Republik Islam teokratis sehingga nama lengkap Iran saat ini adalah Republik Islam Iran.

Kedudukan dan peran wanita Iran

Berbicara menegenai kedudukan dan peran wanita di Iran, pada mulanya hak dan peran wanita Iran masih mendapatkan tekanan dari pemerintah. Mereka hanya membatasi peran wanita dalam mengurus rumah tangga dan keluarga saja. Untuk itu wanita Iran tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk berperan aktif dalam bidang politik dan perlementer.
Pada upacara untuk memperingati Hari Perempuan Sedunia, seorang wanita aktifis Iran, Rafat Bayat menyerukan kepada wanita di seluruh dunia untuk berkumpul dan membahas berbagai tantangan yang mereka hadapi, seperti bagaimana mencegah penyebaran obat terlarang, perang dan senjata pemusnah massal. Mereka tidak tertarik untuk mencampuri urusan dalam negeri negara-negara lain. Menurutnya, wanita harus berkumpul dan berbicara tentang tantangan-tantangan tadi yang dihadapi oleh dunia karena kaum laki-laki tidak bisa mencapai kata sepakat bahwa perdamaian dan keamanan bisa miliki arti yang berbeda, Tetapi sebuah organisasi peneliti yang berpusat di Teheran mengatakan pendapat Rafat Bayat itu tidak masuk akal dan bahwa dia berusaha mengalihkan perhatian internasional dari masalah dalam negeri dan kebijakan luar negeri Iran. Bayat menyampaikan komentarnya itu setelah Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) bertemu di Wina untuk membahas program nuklir Iran yang kontroversial. IAEA sekarang memutuskan untuk menyerahkan laporan tentang program nuklir Iran ke Dewan Keamanan PBB yang akan mengambil tindakan. Iran mengatakan program yang dilakukan bertujuan damai dan Teheran tidak akan mengabaikan hak mereka untuk mengembangkan teknologi nuklir.
Presiden George Bush belum lama ini mengatakan bahwa demokrasi hanya bisa dicapai secara penuh apabila kaum perempuan berpartisipasi penuh di masyarakat. Dia mengatakan di negara-negara seperti Iran, Korea Utara dan Birma, hak perempuan ditekan. Banyak aktifis hak perempuan di Iran mengatakan dalam beberapa tahun terakhir kaum wanita di negara itu berhasil mencapai banyak kemajuan. Mereka menjadi lebih aktif di masyarakat dan di tempat kerja, dan sekarang sekitar 65% mahasiswa baru di universitas adalah perempuan.Tetapi para pegiat mengatakan hak wanita Iran masih terbatas dibandingkan dengan pria. Mereka mengatakan wanita tidak boleh mencalonkan diri sebagai presiden atau menjabat sebagai hakim.Perempuan juga tidak boleh mendapat hak penuh atas anak-anak mereka setelah bercerai, dan apabila mendapat warisan, mereka hanya berhak menerima separuh dari warisan yang diterima pria.
Sebagian pengacara hak perempuan mengatakan sejak Presiden Mahmoud Ahmadinejad berkuasa bulan Agustus lalu, mereka tidak melihat ada kemunduran dalam hal hak perempuan.Tetapi pada saat yang sama, mereka juga tidak melihat ada perubahan radikal yang mendukung kaum perempuan sejak Ahmadinejad menjadi pemimpin.
Mahbube Abbasqolizade, anggota lembaga swadaya masyarakat, Pusat Perempuan Iran mengatakan bahwa Kebijakan Presiden Ahmadinejad adalah wanita harus kembali aktif di rumah dan prioritas mereka adalah keluarga "Contohnya, dibawah pemerintahannya, Pusat Partisipasi Wanita diubah menjadi Pusat Wanita dan Masalah Keluarga. Beberapa aktifis juga mengatakan menteri kebudayaan dan panduan Muslim, Mohammed Hossein Saffar Harandi, memerintahkan wanita yang bekerja di kementeriannya untuk pulang sebelum jam 18.00 setiap hari karena harus mengurus keluarga mereka.
Tetapi Rafat Bayat membantah bahwa pemerintahnya berusaha membatasi kebebasan perempuan dan mengirim mereka pulang untuk mengurus keluarga. Dia mengatakan pemerintah ingin membantu para ibu yang bekerja jauh dari rumah untuk mengurus anak-anak mereka dengan memberi gaji lebih baik dan menawarkan kegiatan luar sekolah bagi anak-anak mereka.secara tidak langsung Pemerintah ingin mengatakan, 'Kami harus membantu keluarga, agar jika perempuan ingin bekerja, keluarga mereka tidak akan terlantar,"Kami tidak mengatakan keluarga sangat penting sehingga wanita tidak boleh keluar rumah dan bekerja."
Banyak aktifis hak perempuan di Iran mengatakan wanita di negaranya memiliki hak lebih besar dari perempuan di beberapa negara Arab. Tetapi mereka yakin wanita Iran akan semakin menuntut hak mereka sewaktu mereka semakin menyadari seberapa besar kemampuan mereka untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat.
Pemerintah Iran selalu berusaha memperbaiki keadaan masyarakat Iran dengan cara membuka pendidikan polisi untuk muslimah-muslimah di Iran. Sebagaian besar anggota Polisi di Iran adalah orang-orang yang dilatih oleh Raja Reza Pahlevi untuk menumpas revolusi Islam di Iran; sehingga mereka selalu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Banyak kasus orang-orang yang tersangka atau orang-orang yang diduga terlibat melakukan kesalahan langsung dihukum oleh anggota-anggota Polisi untuk mengaku kejahatan-kejahatan mereka; sehingga banyak orang yang tidak berdosa atau banyak orang yang tidak bersalah terpaksa mengaku bersalah; karena tidak tahan disiksa oleh Polisi. Padahal sudah terdapat aturan bahwa Praduga Tidak Bersalah adalah Semua orang tidak bersalah; kecuali telah dibuktikan bersalah di dalam Pengadilan.
Polisi tidak dapat menyiksa seorang yang tersangka atau terduga terlibat kejahatan sampai dia mengaku bersalah. Jaksa Penuntut Umum harus dapat membuktikan seorang yang tersangka, terduga terlibat kejahtan berdasarkan fakta, saksi-saksi dan bukti-bukti yang kuat di dalam Pengadilan. Para hakim harus memutuskan seorang tersangka menjadi terpidana atau tidak terpidana berdasarkan fakta, saksi, bukti dan motiv; bukan berdasarkan sangkaan, dugaan, penyiksaan.



Wanita Iran Pasca Revolusi
Kehadiran Ayatullah Khomeini yang tampil dengan gagasan revolusioner, antiimperialisme, menjunjung tinggi nasionalisme, dan ajaran Islam pada dekade 1980-an membawa perubahan menyeluruh di negara Iran. Selain berhasil mengakhiri tradisi kerajaan sepanjang 2.500 tahun dan menggantinya dengan Republik Islam Iran, revolusi yang dilakukan Khomeini tidak hanya terbatas dalam bidang infrastruktur pemerintahan, melainkan juga memengaruhi nilai-nilai identitas nasional, sosial, politik, dan budaya.
Langkah menjunjung tinggi ajaran Islam ini diperkuat dengan adanya kebijakan dan penerapan hukum guna mengembalikan tatanan masyarakat Iran yang Islami. Kebijakan berupa penutupan klub malam, pelarangan alkohol, perjudian, pornografi, hingga kebijakan dalam bidang sosial, seperti revisi buku, lembaga pendidikan, menunjukkan bagaimana langkah menghapus unsur-unsur yang tidak Islami begitu gencar dilakukan Pemerintahan Iran.
Wanita Iran merupakan kaum yang merasakan pengaruh khusus dari tatanan negara Iran baru yang berlandaskan ajaran Islam. Salah satu bentuk gagasan Khomeini yang revolusioner ialah gagasan yang berbunyi: "Walaupun pria dan wanita mempunyai hak yang sama, tetapi terdapat perbedaan jasmani dan rohani antara wanita dan pria."
Perbedaan itulah yang menyebabkan wanita dan pria untuk saling menutupi kekurangan satu sama lain. Salah satu contohnya adalah lingkungan keluarga yang biasanya pria menghabiskan waktu lebih sedikit ketimbang wanita. Maka dari itu revolusi Islam Iran dengan nilai-nilai Islam mencoba untuk meningkatkan peran wanita dalam keluarga.
Para wanita dengan peran keibuan mereka dalam keluarga membesarkan dan mendidik anak-anaknya dan menyumbang pemuda-pemuda yang penuh dengan optimisme kemajuan kepada bangsa dan negara. Angka statistik pun telah menunjukkan kemanjuran peran wanita di keluarga setelah revolusi Islam Iran, yaitu pada 1979 angka pria dan wanita terdidik di Iran mencapai 71 persen dan 42 persen. Tetapi, kini angka tersebut menjadi 98 persen untuk pria dan 97 persen untuk wanita.
Republik Islam Iran yang kini telah berusia 29 tahun telah membuat Pemerintahan Iran mencapai keberhasilan yang begitu penting di tingkat regional, yaitu dengan mendobrak paradigma lama posisi wanita di negara-negara Islam. Paradigma lama memosisikan wanita sebagai harta yang dimiliki pria, yang menempatkan posisi pria lebih tinggi daripada wanita. Akibatnya, hanya kaum pria yang dapat memiliki kekuasaan dalam berbagai bidang, sementara wanita dianggap tidak cocok untuk terjun dan mempunyai peranan dalam berbagai bidang di masyarakat.
Tetapi, revolusi Islam Iran memberikan pemahaman yang berbeda tentang potensi-potensi kaum wanita yang sebenarnya. Dengan kembali kepada ajaran Islam yang luhur, seperti yang dicantumkan dalam syariat Islam, wanita Iran pada hakikatnya telah mendapatkan peranan yang lebih aktif di Republik Islam Iran.
Dengan adanya landasan ideologi mengenai wanita dan perempuan di samping memiliki hak-hak yang sama dapat menutupi kekurangan satu sama lain, yang sesuai dengan hukum Islam, kaum wanita mendapatkan peran dan posisi yang semestinya pada kehidupan berbangsa. Itu memungkinkan peranan wanita yang lebih besar dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, teknologi, budaya, dan kesenian di Iran.
Dengan sistem republik Islam yang mengizinkan wanita ikut serta dalam dunia perpolitikan, Iran mendobrak hegemoni negara-negara Timur Tengah yang cenderung hanya menempatkan pria di kursi pemerintahan. Proses demokratisasi telah membuat Pemerintah Iran memberikan aksesibilitas terhadap kaum wanita yang selama ini dianggap inferior dan tidak mampu memangku jabatan penting di pemerintahan.
Kehadiran para wanita di lembaga kepresidenan, parlemen, serta dewan kota dan desa di seluruh Iran memiliki dampak positif. Yang utama ialah tersalurkannya aspirasi kaum wanita Iran.
Pada pertengahan tahun 1990-an terjadi perubahan hukum perceraian yang lebih memihak wanita. Hukum perceraian yang awalnya lebih menguntungkan pria berganti menjadi lebih adil karena memungkinkan istri yang diceraikan mendapatkan ganti rugi atas pekerjaan rumah tangga yang telah dilakukannya.
Perubahan lain yang tak kalah penting mengenai hak kaum wanita juga terjadi dalam bidang pendidikan. Hal ini diwakili dengan dihapuskannya peraturan yang membatasi pemilihan jurusan oleh wanita di tingkat universitas. Para wanita yang sebelumnya tidak dapat mendaftar ke beberapa jurusan di universitas, seperti jurusan hukum karena adanya aturan bahwa jurusan tersebut hanya untuk kaum pria, saat itu sudah dapat mendaftar ke berbagai jurusan yang sesuai dengan kehendak mereka. Bahkan, kini terdapat universitas yang khusus bagi kaum perempuan di Iran, seperti Universitas Al-Zahra. Dihapuskannya aturan yang mendiskriminasikan kaum wanita Iran dalam mengenyam pendidikan tentunya sejalan dengan landasan persamaan derajat antara pria dan wanita yang tertuang di dalam Alquran dan dipertegas dalam mukadimah Konsitusi Republik Islam Iran.
(www.wikipedia.org)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar