Kamis, 02 April 2009

kapita selekta pendidikan islam

DIDKRIPSI KAJIAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM
Paradigma Pendidikan Islam Alternatif.
Bangsa yang sedang membangun amat membutuhkan manusia yang kreatif. Pendidikan harus dinamis dan menjadi obor dalam berpacu menghadapi perubahan sosial. Menurut ajaran Isalam Allah lah pemilik tunggal ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang diberikan kepada manusia hanya merupakan sebagian kecil ilmuNya, namun manusia diberi kebebasan seluas-luasnya. Peradaban dunia modern telah mengekspresikan berbagai kekhawatiran akan masa depannya. Munculnya tekhnologi persenjataan baru, telah membuat manusia semakin pesimistis. Dalam dunia yang penuh dengan kontradiksi itu, di masa dating akan ditandai oleh kuatnya hegemoni dan dominasi bangasa yang mempunyai nilai lebih dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Karena itu tantangan yang mendasar bagi pendidikan Islam saat ini adalah mencari system pendidikan alternative sebagai sintesa dari berbagai system pendidikan yang pernah ada. Dengan menitik beratkan pada spek afektif yang seimbang dengan aspek kognitif , pendidikan islam juga memadukan secara harmonis pendidikan formal, nonformal dan informal.
Sementara itu penulis muslim mengatakan bahwa dalam terminologi Islam, mencari ilmu bukanlah untuk mencari hidup melainkan untuk menyelami hakikat kebenaran dan mendidik akhlaq serta moral (Khalifah:1977)
Di sinilah letek perbedan yang mencolok antara pendidikan Islam dengan sistem pendidikan lainnya. Yusuf qardawi merinci ciri khas pendidikan Islam, seperti yang terlihat dalam praktek pendidikan Ikhwanul Muslimin di Mesir yamg meliputi:tekanan pada segi keTuhanan, sempurna dan lengkap, keserasian dan keseimbangan, bersifat kreatif dan konstruktif, persaudaraan dan kesetiakawanan, beridentitas dan berdedikasi.(Qardawi:1980)
Paradigma Islam dan Konteks Perkembangan IPTEK
ada dua ekstrimitas respon manusia apabila kepadanya diajukan ramalan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di masa depan. Ekstrim pertama akan melihat kecenderungan tersebut secara utopistik, bahkan optimis yang berlebihan bahwa memang begitulah keadaan yang seharusnya terdapat di dunia modern. Mereka menganggap iptek sebagai variabel perubahan yang bersifat mutlak dan domonan. Anggapan lain melihat perkembangan secara disutopistik, pesimis dan cemas secara berlebihan. Mereka melihat perkembangan iptek sebagi sumber bencana bvagi masa depan.
Kedua pandangan tersebut jelas bukan merupakan pandangan yang sehat dan proporsional. Pandangan yang proporsional, dapat dikembangkan apabila dilasndasi oleh pandangan dasar yang menempatkan iptek tetap sebagi alat bagi manusia untuk berinteraksi dengan diri dan lingkungannya. Ramalan perkembangan iptek yang diuraikan beranjak dari asumsi bahwa kecederungan perkembangan yang terjadi sampai saat ini berlangsung terus-menerus tanpa adanya perubahan kecenderungan yang berarti. Perubahan dimungkinkan terjadi karena adanya dua halyaitu perubahan oleh intervensi sejarah dan perubahan oleh kecelakaan sejarah.
Perubahan oleh intervensi sejarah terjadi karena adanya kesadaran universal manusia akan kehidupannya, akan masa depannya, dan terutama akan spesiesnya. Dan perubahan oleh kecelakaan sejarah terjadi karena faktor eksternal manusia, yaitu berupa buah dari perkembangan tekhnologi itu sendiri yang menginterupsi sejarah peradaban manusia.
Pengkajian tentang perab Islam bagi kehidupan modern sudah amat sering dilakukan. Namun pertanyaan yang masih btetap tersisa adalahpada sisi operasionalnya. Hal ini terjadi karena sebagian besar pengkajian yang dilakukan lebih menggunakan pendekatan normatif daripada pendekatan analitik oiperasionalnya.
Ada tiga langkah stategi untuk dilakukan oleh umat Islam, berkaitan dengan kecenderungan perkembangan iptek. Pertama, perlunya perumusan paradigma (filsafat) keilmuan dan ketekhnologian yang manusiawi dan yang mempunyai akar Ilahiyah. Kedua, perlunya dirumuskannya etika tentang pengembangan dan penerapan iptek yang disinari pada nilai-nilai religi. Perlunya dikembangkan etos bagi cendikiawan muslim dan mengejar ketinggalan umat di bidang ilmu. Ketiga strategi tersebut adalah jawaban langsung atas problematika yang dihadapi oleh umat sekaligus bangsa Indonesia yang berupa ketinggalan dan ketergantungan pada negara maju.
Ketiadaan etika perkembangan dan penerpan iptek yang merupakan kekuatan pengendali bukan sekedar menjadikan perkembangan iptek makin menjauhi nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai Ilahiyah, namun dalam praktek menjadikan umat dan cendikiawan muslim dalam status kebingungan yang berkepanjangan. Ketinggalan umat dan bangsa dalam penguasaan iptek, disamping oleh sebab-sebab eksternal, terutama karena lemahnya etos para ilmuwan dalam mempelajari perkembangn iptek.
Selain apa yang dikemukakan di atas, ada dua agenda akabar yang perlu dilakukan umat islam. Yang pertama menyangkut masalah ijtihad dan kedua menyangkut masalah pendidikan umat. Akhir-akhir ini sudah sering dipertanyakan mengenai terlalu sempitnya kawasan ijtihad yangv dilakukan umat yang hanya membatasi pada masalah-masalah keagamaan dalam makna sempit.
Tuntutan kemajuan peradaban manusia telah menyadarkan kita bahwa sudah tiba waktunya dilakukan upaya serius kontektualisasi (operasionalisasi) Islam dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam bidang iptek maka ijtihad dilakukan terutama dalam pengembangan rumusan paradigmatik dan etika perkembangan dan penerapan iptek di atas. Dalam bidang pendidikan, beberapa agenda perlu dilakukan pila sosialisasi paradigma keilmuan dan ketekhnologian yang manusiawi di atas perlu mendapt porsi yang cukup dalam proses pendidikan sejak dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Disamping sosialisasi paradigama ke iptekan di atas sosialisasi ke iptekan juga perlu mendapat porsi dalam proses pendidikan.(Pratiknya:60)
Pendidikan Islam dan Konteks Perubahan Sosial
Pendidikan dan masyarakat merupakan dua variabel yang sulit dipisahkan. Hubungannya, dalam term figerlind bersifat dialektis. Bagaimana agar pendidikan itu tidak hanyut oleh dinamika peribahan, tetapi ia mampu memerankan dirinya sebagai agen perubahan itu sendiri. Adolphe E. meyer menyatakan bahwa antara poendidikan dam ,asyarakat itu saling merefleksi. Hubungan antara keduanya tidak bersifat linier melainkan hubungan timbal balik (mutual simbiosis).
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana pendidikan termasuk pendidikan Islam akakn memepersiapkan outputnya dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus melaju sehingga mereka bisa menghadapi perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut, bisa berperan mewarnai serta bisa terakomodasikan dalam semua sektor masyarakat tersebut.
Perubahan sosial sebagaimana telah dinyatakan di atas merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Pendidikan sebagai aspek kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat, juga harus terlinat dalam aris perubahan tersebut. Tinjauan dari berbagai segi membuktikan bahwa manusia memang dituntut untuk mengembangkan kreativitas dalam hidupnya. Perbedaan mendasar antara manusia dan hewan menuntut manusia untuk menumbuhkan kreativitasnya.
Kerativitas (creativity) berasal dari kata kerja create yang artinya make some thing new or oroginal. Rodhes melihat kreativitas dari empat dimensi yaitu person, process, press, product. Keempat faktor ini saling berkaitan, pribadi (person) yang kreatif melibatkan diri dalam proses (process) kreativ dan didukung oleh dorongan (press) dari lingkungan sehingga menghasilkan produk (product) yang kreatif. Dari dimensi person, tindakan atau action seseorang dikatakan kreatif bila terjadi interaksi antara tiga atribut (intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian atau motivasi). Dimana intelegensi ditandai dengan kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan, perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental, ketrampilan mengambil keputusan, keseimbangan, dan integrasi intelektual.
Untuk menjadi kreatif, menurut teori di atas diantaranya diperlukan kecerdasan (intelegensi). Butur-butir tujuan pendidikan nasional, sebagaimana dalam UUSPN, diantaranya dinyatakan bertujuan “mencerdaskan kehidupan bangsa” . kecerdasan yang sering disebut juga intelegensi adalah istilah yang melukiskan kemampuan manusia untuk melihat dan mengetahui problema serta memecahkannya dengan sukses, dan kemampuan untuk mempelajari dan menyesuaikan prilaku dengan lingkungan yang mempunyai bermacam aspek dan coraknya. Secara fungsional, intelegensi menurut teori Binnet merupakan kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud untuk mencapai tujuan.
Secara substabnsial manusia terdiri atas unsur-unsur badan, akal, dan ruh. Aspek mana dari ketiga unsur tersebut yang paling dominan dalam mengoptimalkan kecerdasan dan pada gilirannya mempenngaruhi kreativitas seseorang dengan eksisnya akal, manusia berbeda dengan mahluk lain. Kecerdasan yang dalam bahasa inggrisnya diistilahkan intelegence, merupakan potensi kejiwaan yang berbicara tentang benar dan salah, barbeda dengan perasaan yang berbicara tentang baik dan buruk.
Perkataan akal, yang telah menjadi perbendaharaan bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Arab al-‘aql yang mempunyai arti alat berfikiratau daya berfikir. Dalam lisan al-‘arab dijelaskan bahwa al-‘aql mempunyai arti al-hijr(menahan), al-nuha (kebijaksanaan), dan ‘iqal (ikatan). Istilah akal sering disepadankan dengan istilah qalb yang diindonesiakan hati. Akal sebagai daya berfikir ini, meripakan kesatuan organik antara rasio dan intelek. Dengan demikian manusia dikatakan cerdas bila ia mampu mengginakan akalnya sebagai daya fikir yang pada gilirannya mampu memahami, mengerti, dan memecahkan suatu realitas dengan tepat. Bagaimana agar akal manusia tersebut menjadi cerdas maka ia perlu mengoptimalkan dengan kata lain membutuhkan pembelajaran.
Kecerdasan merupakan potensi pembawaan seseorang sejak lahir. Oleh karenanya secara teoritis sana bagi setiap orang. Perkembangannya akan tergantung pada interaksi individu yang bersangkutan dengan lingkungannya. Manusia sebagai khalifah di bumi ini keberadaannya disampinh sebagai mahluk individu juga sebagai mahluk sosial. Dari konsep inilah pendidikan bisa dilihat dari dua pendapatan, yaitu pendekatan yang berangkat dari keberadaan manusia sebagai mahluk individu yang melihat pendidikan sebagai pengembangan potensi yang terpendam dan tersembunyi; dan pendekatan yang berangkat dari manusia sebagai mahlik sosial melihat penddidikan sebagai warisan kebudayaaan dari generasi kegenerasi agar hidup bernasyarakat tetap berkelanjutan.
Dua pendekatan tersebut hendaknya berjalan secara simultan sebab jika tidak akan menimbulkab pola yang ekstrim. Dengan demikian pengetahuan merupakan dasar bagi proses berfikir. Pengetahuan itiu dapat merupakan pengalaman langsung maupun tidak langsung. Bantuan ilmu lain psikologi khususnya sangat diperlukan dalam penilihan materi yang sesuai dengan tingkat kecerdasan peserta didik. Disanping itu ingatan yang baik perlu dimiliki dalam rangka optimalisasi kecerdasan, sebab ingatan berfungsi sebagai penyimpan berbagai pengetahuan yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan.
Islam sangat menghargai pemanfaatan akal secar optimal. Jika ajaran-ajarannya dipulah menjadi dua, yaiyu ajaran yang absolut dan ajaran yang relatif, maka prosentasenya adalah 5% untuk yang pertama dan lebihnya 95% untuk yang kedua. Secara metodologis, islam menawarkan konsep cara mengoptimalkan akal dalam bentuk yang eksplisit baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Tentang metode nabi menjelaskan bahwa “Khtibu al-nas daqr ‘uqulihim” (ajaran mereka sesuai dengan tingkat intelektualnya). Ingatan dan kelupaan juga merupakan variabel yang sangat penting dalam sebuah pembelajaran.(Kholiq;2001:308)
Pendidikan Islam Sebagai Paradigma Pembebasan
Pendidikan merupakan bagian trpenting dari kehidupan sekaligus sekaligus ang dapat membedakan manusia dengan hewan. Pandangan klasik tentang pendidikan pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus yaitu: pertama, menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan tertentu di masa dating, kedua, mentransfer pengetahuan, ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan masyarakat sebagai syarat dalam kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban.
Dalam perkembangan berikutnya ekstensifikasi pengertian pendidikan itu sejalan dengan perkembangan tuntutan masyarakat. Dari sinilah lahir dua fungsi suplementer yaitu untuk melestarikan tatanan social dan datanan nilai yang ada dalam masyarakat dan sekaligus sebagai agen pembaharuan. Menurut pendapat Vebrianto fungsi pendidikan nasional ada emapat yaitu:
1. transmisi cultural, pengetahuan, sikap, nilai dan norma
2. memilih dan mengejarkan peranan social;
a. mengembangkan fasilitas untuk mengajarkan bermacam-macam spekulasi
b.harus mengusahakan agar jumlah manusia yang terlatih dan memiliki spesialisasi sesuai dengan kebutuhan
c. harus mengembangkan mekanisme untuk menyesuaikan talen dan bakat anak didik dengan spesialisasi
3. menjamin integrasi nasional
4. mengadakan inovasi-inovasi social(vebrianto:1981)
Pandangan di atas bertitik tolak dengan landasan agama. Eksistensi agama dalam kaitannya dengan pendidikan lebih bersifat implicit terutama dalam kaitannya dengan nilsi-nilai. Konsepsi pendidikan islam tidak hanya melihat bahwa pendidikan itu sebagai upaya mencerdaskan semata melainkan sejalan dengan konsepsi islam tentang manusia dan hakikat eksistensinya.
Ajaran-ajaran islam banyak yang relevan denga pribsip-prinsip pendidikan. Secara diduktif dalam Al-Qur’an maupun Hadits dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia menempatkan posisi yang sentral dan relevan dalam kependidikan karena: manusia itu makhlik yang berakal, manusia yang dapat belajar dan dididik serta dapat membaca, makhluk wicara yang dapat mengkomunikasikan idenya, dan makhluk yang dapat berhitung. Namun dengan keempat potensi itu saja pendidikan islam tidak berbeda dengan pendidikan pada umumnya.
Pendidikan islam berbeda dengan pendidikan barat sekuler terutama karena pendidikan islam tidak hanya didasarkan atas hasil pemikiran manusia dalam menuju kemaslahatan atau humanisme universal. Konsepsi islam tentang pembebasan sesuai dengan misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ajaran tauhid sebgai salah satu kunci pokok dalam islam, dengan jelas menunjukkan tidak ada penghambaan kcuali pada Allah Yang Maha Esa.
Penyimpangan dari agama pada umumnya lebih merupakan akibat dari rasa ketidaksenangan karena perampasan otonominya untuk mensubordinasikan sesamanya.hal ini dapat menjadi semakin jelas jika kita kembali pada ingatan pada sejrah pertumbuhan agama, seperti yang dikemukakan oleh murtadha bahwa pertama, agama dalah produk rasa takut, kedua, agama adalah produk kebodohan ketiga, agama adalah pendambaan pada keadilan dan keteraturan dan keempat agama menurut kaum marxis adalah untuk kepentingan kelas penindas agar dapat mempertahankan kedudukan dan kekuasaannya.(Matahhari:1984)
Evolusi agama tersebut meskipun masih diperdebatkan namun pada butir ketiga jelas bahwa agama itu sendiri mencakup paradigma pembebasan. Pendidikan islam sebagi satu pranata social juga sangat terikat dengan pandangan islam tentang hakikat keberadaan manusia. Pemilikan ilmu dalam pandangan islam diharapakan mampu memupuk dan mempertebal keimanan.
Paulo freire mengkritik pendidikan gaya bank yang mencerminkan masyarakat tertindas secar keseluruhan yang menunjukkan kontradiksi: (a) guru mengajar murid belajar, (b) guru mengetahui sesuatu murid tidak tahu apa-apa (c)guru berfikir murid difikirkan(d) guru bercerita murid mendengarkan (e)guru mengatur murid diatur (f)guru memilih dan memaksakan kehendaknya sedangkan murid menyetujui (g)guru memilih bahan dan isi pelajaran dan murid menyesuaikan dengan pelajaran (h)guru mencampuradkkan kewenangan ilmu dan jabatan untuk menghalangi kebebasan murid (i)guru adalah subyek dan murid adalah obyek proses belajar mengajar.
Keprihatinan terhadap kaum tertindas mendorong Freire untuk berbuat sesuatu dan mengantisipasi karena prihatin dengan masa depan kemanusiaan. Untuk mencari dan mendapatkan kebebasan itu perlu ditemukan sumber penyebab terjadinya penindasan kemudian melakukan tindakan perubahan untuk terbentuknya manusia yang seutuhnya. Sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa masa renaissance unsure yang paling utama diambil adalah tuntutan kebebasan dan pembebasan dari berbagai ikatan dan halngan agar perkembangan manusia terwujud dengan leluasa.(Sutjadmoko:1984)
Kebebasan yang dimaksud tentu ada batasnya, kebebasan tanpa batas akan membentur hak orang lain dan pada akhirnya menimbulkan anrkhi. Pendidikan Islam tujuan akhirnya adalah mengarahkan agar anak didik menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Mengikuti perintah Tuhan seperti yang di maksudkan dalam surat ar-Ra’du 11, berarti pendidikan Islam menghendaki agar manusia yang dimaksud memiliki percaya diri sehingga mampu mengubah nasib.

DAFTAR PUSTAKA
Huda, nurul; 2001. Paradigma Pendidikan Islam.Yokyakarta. Pustaka Pelajar
Vebrianto;1981.Beberapa Aspek Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam.makalah dalam dfiskusi pembaharuan pendidikan nasional.
Muhaimin;2001. Paradigma Pendidikan Islam.Bandung. Rosda.
Karim rusli. Paradigma Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar